Hanya UntukMenjadi Baik

Begitu ingin kita merasai semua nikmat yang mungkin kita dapat. Memanjakan syaraf perasa yang sering meminta haknya, melenakan jiwa yang kadang lelah dalam tekanan kerja, dan bagi sebagian kita, ia adalah kebanggaan yang membusungkan dada. Seolah telah terbayar lunas semua jerih payah. Seolah telah tiba masa bersuka ria.
Bukankah hidup adalah perlombaan? Dan alangkah senangnya menjadi pemenang! Kita telah bekerja keras untuk semua itu, siang malam sepanjang hari sepanjang usia. Melawan diri sendiri maupun orang lain, mengisi waktu dan membuahkan pengorbanan yang sekian lama telah kita tanam benihnya. Inilah saat beristirahat. Inilah akhir masa susah. Dan kita ingin semua ini selamanya. Tapi bagaimana jika kebalikannya yang terjadi?
Ia bernama kematian. Pemutus semua kenikmatan yang membuat seluruh pencapaian duniawi teronggok sia-sia, semua kelezatan tinggal nama, semua peristiwa menjadi cerita, dan semua kerja keras menjadi derita tak berbatas. Kini, semua kebanggaan telah tercabik-cabik waktu. Kematian yang mengintai seringkali membuyarkan mimpi dan menghempaskan asa. Bahkan seringkali, sehari dalam hidup kita tidak genap lagi saat ia menghampiri.
Namun  sekarang ia menjadi kabur karena tanda-tandanya telah luntur. Begitu banyak kenikmatan yang belum kita cecap, sedang raga yang mulai uzur mulai berkhianat melawan sunatullah. Berangan hidup seribu tahun atas nama ketamakan akan nikmat dunia yang tak juga memuaskan dahaga jiwa. Padahal, adakah yang lebih buruk daripada mereka yang lupa akan kematian dan memiliki angan-angan setinggi langit tanpa tepi? Kealpaan akan Allah yang membuat mereka selalu mencari nikmat duniawi, lagi dan lagi. Bersusah payah menghindari wacana kematian karena tak ingin itu terjadi.
Tapi siapa yang sanggup melawan kehendak-Nya? Kematian tetap akan datang ketika saatnya menjelang. Tepat waktu tanpa percepatan atau perlambatan, sebagai sebuah ketetapan yang pasti adanya. Hingga semua upaya penghindarannya menjadi sia-sia karena ia datang tanpa kompromi. Tanpa permisi sebagai permintaan persetujuan, tanpa diskusi sehingga kita sempat mempersiapkan semua kemungkinan.
Bagi hamba yang beriman, kematian adalah gerbang surga. Kendaraan yang justru ditunggu untuk menghantarkannya kepada kekasih yang dirindu, Allah. Penyingkap kepalsuan dunia dan penggenap keyakinan akan akhirat. Penasihat yang jujur agar terhindar dari angan-angan semu tentang kemewahan dunia. Sebab kematian tidak bisa lagi diperdebatkan.
Maka dalam hidup ini, tidak ada pilihan selain berkomitmen menjadi hamba yang baik. Yang meretas jalan pulang agar meninggalkan jejak-jejak keshalihan; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, juga anak shalih yang mendoakannya. Hingga hidup bukan sekadar memperlama masa tinggal di dunia namun terlena. Kemudian kita lantunkan doa Rasulullah, “Ya Allah, hidupkanlah hamba jika dalam ilmu-Mu, hidup adalah lebih baik bagi hamba!” Wal iyadzu billah![]

Komentar

Postingan Populer