Pintu Kebajikan
“Ada tiga pintu kebajikan, yaitu: kedermawanan hati, perkataan yang baik, dan sabar mengahadapi penyakit atau cobaan hidup.” (Imam Ali bin Abi Thalib)
Di saat krisis multidimensi seperti sekarang ini, umat Islam tentu masih mempunyai optimisme dan pandangan positif ke depan yang lebih baik.
Karena Islam memang menyuruh umatnya untuk tidak pernah berputus asa. “Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya hanya kaum kafirlah yang berputus asa dari rahmat Allah.” (QS Yusuf [12]: 87).
Salah satu cara untuk mewujudkan harapan itu adalah membuka pintu kebajikan. Pintu kebajikan merupakan peta jalan menuju masa depan yang lebih bermartabat, bermanfaat, dan bermaslahat bagi bangsa dan umat.
Pintu kebajikan dalam Islam itu banyak dan luas. Ketiga pintu yang ditunjukkan Ali bin Abi Thalib tersebut agaknya paling relevan diaktualisasikan dalam masyarakat kita.
Pertama, pintu 'kedermawanan hati' memberi peluang kepada semua untuk berbagi rezeki melalui zakat, infaq, sedekah, dan wakaf, sehingga yang lemah menjadi lebih kuat, yang miskin menjadi kaya harapan hidup, dan yang belum terpelajar menjadi lebih terdidik.
Setidak-tidak setiap Muslim bisa bersedekah dengan menebar senyum, karena senyuman yang tulus untuk saudara kita merupakan sedekah (HR. Muslim).
Untuk membuka pintu kedermawanan hati diperlukan adanya ketulusan dan kebaikan hati untuk membagi yang dicintainya. “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai…” (QS Ali Imran [3]: 92).
Harta kita yang sesungguhnya adalah yang kita dermakan di jalan Allah, bukan harta kita miliki atau kuasai, sebanyak apapun. Jika didermakan untuk kebaikan semua, niscaya harta itu dapat membawa keberkahan dan kemaslahatan.
Jika tidak disisihkan untuk jalan kebaikan, maka harta itu boleh jadi berubah menjadi ujian dan fitnah yang justru dapat mengantarkan kepada murka Allah.
Kedua, perkataan yang baik merupakan sumber inspirasi dan motivasi yang dapat membuka pintu kebajikan. Perkataan yang baik itu keluar dari hati nurani, tidak dusta, dan tidak direkayasa.
Kata kunci perkataan yang baik adalah kejujuran. Berkata jujur adalah ciri Mukmin sejati, dan berdusta atau berbohong adalah tanda orang munafik. Sabda Nabi SAW: “Berlaku jujurlah, karena kejujuran itu dapat mengantarkan kepada kebajikan, sedangkan kebajikan itu mengantarkan kepada surga…” (HR Albukhari dan Muslim)
Perkataan yang baik itu pasti bijak dan tidak menyakiti orang lain. Perkataan yang baik tidak hanya menjadi kunci keselamatan seseorang, tapi juga membuahkan hikmah yang mendalam.
Imam Ali bin Abi Thalib menyatakan: “Hikmah itu tumbuh dalam hati yang jujur, dan berbuah pada tutur kata yang baik.” Ciri orang yang ibadahnya diterima oleh Allah adalah membiasakan berkata baik dan jujur.
Ketiga, sabar menghadapi penyakit dan cobaan hidup merupakan perisai paling berharga yang membuat Muslim tidak mudah menyerah pada keadaan. Sabar adalah kekuatan hati untuk bangkit memperbaiki keadaan.
Sabar, dalam arti tidak mudah emosi tapi pandai mengendalikan diri, merupakan awal kemenangan dalam meraih masa depan yang lebih baik.
Dengan membuka tiga pintu kebajikan tersebut, Muslim dapat memiliki bekal hidup yang memadai untuk menghadapi kondisi apapun dan di manapun.
Menurut Alquran, ciri-ciri kebajikan itu adalah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menunaikan janji apabila berjanji; dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Albaqarah [2]: 177)
Pintu-pintu kebajikan itu seharusnya dibuka lebar oleh siapapun yang masih memiliki hati nurani. Sabda Nabi SAW: “Mintalah fatwa kepada hati nuranimu. Kebajikan itu adalah berakhlak baik. Kebajikan adalah apa yang membuat diri dan hatimu tenteram. Sedangkan dosa adalah apa yang membuat hatimu gelisah dan bimbang serta engkau merasa tidak senang jika perbuatan (dosa) itu diketahui orang lain.” (HR Muslim).
Sudah semestinyalah kita semua menjadikan hati kita sebagai poros kebenaran, sumber kejujuran dan kebajikan yang dapat memberikan keberkahan hidup dan kebaikan bagi semua. Wallahu a’lam bish-shawab!
Komentar
Posting Komentar